Saya Dan Pilihan Saya


http://66.media.tumblr.com/

Udah sekitar beberapa bulan terakhir ini, salah seorang teman baik saya selalu membicarakan tentang pekerjaannya. Mengenai pekerjaannya yang stuck gitu-gitu aja, terus berada pada posisi yang sama, ruangan yang sama, orang yang sama, dan permasalahan yang itu-itu aja. Boring menurutnya. Saya memang tak pernah melarang dia untuk selalu mengeluhkan pekerjaan yang dihadapinya, karena hey that what's friends are for kan?

Jadi cerita demi cerita saya dengarkan dengan sabar, sesekali saya abaikan karena itu lebih terlihat keluhan karena kurang bersyukur. Intinya ya pekerjaan yang sedang dia jalani yang sudah sesuai dengan keingannya sejak kuliah dulu, yang sudah sesuai dengan impiannya, tapi tiba-tiba ia keluhkan karena katanya ini bukan pekerjaan yang dia mau, sedangkan kontrak terlanjur mengikatnya dalam waktu yang cukup lama.

Saya, yang memang pada dasarnya terlahir sebagai seseorang yang happy-go-lucky, jelas bingung kenapa ada manusia yang seperti ini, yang sudah jelas pekerjaan yang dia ambil hampir setahun yang lalu itu akan berujung seperti ini, akan memiliki sistem kerja yang sebegini rupanya tapi kini di sesalinya dengan sangat. Hem~ ya begitulah, pepatah kuno kembali berbunyi, penyesalan selalu datang belakangan.

Berhari-hari pendiriannya terus berubah, keingan-keinginannya semakin menjadi, pengandaian terhadap banyak hal terus bermunculan. Saya sudah sampai di titik yang tidak bisa lagi memberikannya masukkan. Maafkan saya, karena untuk bisa sampai pada pekerjaan itu, kamu sendiri yang memilihnya, kamu sendiri yang menyetujuinya. Dan sekarang, kamu sendirilah yang bisa menyelesaikannya.

"Ngomong doang mah gampang! Coba kamu ada diposisi saya"

Iya, saya memang cuma bisa ngomong karena jangan salah, saya pernah merasa paling hancur diantara yang lain. Teman saya bahkan sudah banyak yang mendapatkan pekerjaan sebelum resmi di wisuda, tapi saya.. Saya masih harus berjuang memperbaiki CV saya, agar ada perusahaan yang setidaknya menengok lembaran yang saya punya.

Saya tidak ingin ikut-ikutan orang, pergi ke jakarta mengadu nasib demi gengsi dan keren-kerenan title pekerjaan. Karena sudah jauh-jauh hari saya mempelajari diri saya hingga akhirnya saya menemukan yang saya mau. Yang saya mau? ya ini, pekerjaan saya yang sekarang, sederhana dan membahagiakan.


---

Di sebuah malam, saya berbincang dengan teman saya yang lain. Teman saya yang ini lebih berani mengambil resiko. Selepas wisuda, ia memutuskan untuk tidak membiarkan dirinya terpuruk dalam pedihnya menanggung hidup sebagai pengangguran, memberikan lamaran sana-sini tanpa panggilan. Dia justru membangun sebuah pekerjaan untuk dirinya sendiri, meski masih terhitung usaha merintis, tapi ia tidak pernah mengeluh dan menyesali keputusannya.

Ketika saya menceritakan masalah teman saya yang pertama, yang kebetulan juga mereka saling mengenal. Kami hanya menarik satu kesimpulan:

"Yaudahlah, tidak semua orang bisa mengambil resiko seperti kita, mengambil jalan yang berbeda, yang mampu memilih dan berkata tidak pada pekerjaan yang tidak sesuai"


Terlihat mudah ya? Iya kelihatannya tapi nyatanya sama sekali tidak. Membangun usaha sendiri jauh lebih sulit.

Dan saya, memilih untuk mengambil pekerjaan yang bukan keahilan saya dulu waktu kuliah juga termasuk pilihan yang sulit, karena saya harus membangun performa yang berbeda untuk diri saya sendiri dari awal.

Dan jika sekarang saya dianggap pekerjaan saya enak. Itu karena saya bahagia, saya yang memilihnya, tanpa paksaan dan sekalipun tidak pernah menyesalinya. Seharusnya, siapapun yang sudah memilih harus bisa bertanggung jawab atas pilihannya. Sekalipun itu salah. Lakukan saja.

Saya, cuma punya satu badan satu kali hidup dan usia muda yang sebentar. Saya hanya tidak ingin hidup saya terlalu banyak emosi dan dipenuhi dengan keluhan-keluhan atas pilihan saya sendiri.

Komentar

Postingan Populer