Rumah Lama

favim.com
 

Di satu malam, setelah saya selesai dengan urusan saya yang lalu. Saya kembali, kerumah itu. Rumah yang saya temukan sekitar satu tahun terakhir. Rumah yang kamu buka pintunya khusus untuk saya.

Saya kembali, dengan harap kamu menyambut hadirnya saya didepan pintu setelah berbulan saya pergi. Tanpa pamit memang, karena saya memang tak ingin benar-benar pergi dari kamu, hanya.. Ada urusan yang harus saya selesaikan terlebih dahulu sebelum saya bisa putuskan untuk tinggal, dan menurut saya sebaiknya rumah dan seisinya tak perlu tahu.

Di perjalanan menujumu, saya terhenti. Di kejauhan saya yakin ada yang tak biasa dari tampak luarnya. Lebih berwarna, bercahaya, dan hangat.

Kaki saya melanjutkan niatnya, tapi kali ini perlahan. tiba-tiba saya takut untuk kembali.
Semakin mendekati rumah itu, penglihatan saya akan kamu semakin jelas. Mata saya akhirnya menangkap sosokmu. Persis itu kamu, hanya saja senyumnya terlihat lebih sering dan lama.

Saya mendapatimu diruang yang tidak saya kenal. Bahkan daun pintunya pun asing. Lantai dan dindingnnya sudah tak bertekstur. Halus. Lukisan-lukisan dengan tatapan kosong sudah tak satupun tergantung. Tanaman liar sudah tak lagi tumbuh, bahkan saat ini tergantikan dengan kumpulan bunga penuh suka cita.

Sungguh rumah dengan suasana baru yang lebih nyaman. Anehnya, semua itu membuat saya tak lagi bersahabat dengannya.

Mendadak jantung saya berdegup lima kali lebih kencang dari biasanya. Seperti ada gempa kecil dalam dada. Tidak mematikan, tapi sedikit menakutkan. Seperti akan ada yang jatuh, sementara tidak ada yang siap menadah. Bahkan saya mati rasa dengan dinginnya malam ini.

Saya tertegun akan sosok lainnya selain kamu. Katamu, rumah ini hanya cukup untuk dua, satu tempat untukmu tinggal dan sisanya adalah pilihanmu, tak mungkin ada lagi. Lalu dia kah orangnya? dan bukan saya?

ah.. mungkin saja sosok itu hanya singgah, maka saya putuskan untuk menunggunya diluar hingga pergi.

Berhari, saya rasa saya mulai hilang. Rumah itu semakin hangat dan saya semakin dingin, beku.

Saya akui, sebelum saya pergi saya belum menyatakan bahwa saya bersedia menerima tawaranmu untuk tinggal dirumah itu. Saya akui, saya pergi dengan cara yang tak pantas, dengan diam berharap kamu tak sadar saya hilang sebentar.

Saya kehilangan kamu sekarang, inti dari rumah itu. Saya menyesal. Sungguh. Rindu saya membusuk.

Saya semakin kedinginan, saat saya tahu kamu terus memeluknya dengan cara yang hampir sama saat saya duduk disudut ruang itu, hanya saja pelukan itu lebih menenangkan.
Saya berubah kepanasan, saat saya tahu dia mengganti posisi saya dengan cara yang lebih baik.


Lalu, apa yang haru saya lakukan?

Mencari cara untuk bisa kembali kerumah itu bersamamu dan membuatnya pergi ATAU kembali ke rumah yang baru saja saya tinggalkan dan lupakan rumah itu yang kini lengkap sudah penghuninya?

Hati saya gelandangan sekarang. Tak bertuan, bahkan oleh saya sendiri.
Maaf, saya hanya terlanjur mencintaimu.

Komentar

Postingan Populer