Perias Rasa

tumblr.com
 
Malam ini, dilangitku rembulan masih enggan menampakkan diri seutuhnya. Bentuknya mirip alis perempuan cantik yang rajin merapikannya di salon mahal.

Aku tak punya alis secantik itu, karena aku bukan perempuan yang rajin merawat diri seperti mereka. Aku hanya bisa menulis perasaanku melalui dua ibu jari. Kanan dan kiri.

Mereka menamakan bulan semacam itu bulan sabit. Anehnya aku lebih suka bulan purnama, bentuknya sempurna. Tapi sayangnya bulan purnama masih kalah terang dengan seri wajahku disetiap mataku menangkapmu.

Aku juga tak pandai merias diri. Sama dengan tak pandainya aku merias perasaan. Yang kamu lihat, itulah aku. Aku yang selalu sulit menyimpan rasa. Lalu bagaimana kamu bisa tidak tahu jika aku tak pandai menyimpannya?

Aku perempuan yang terlalu perempuan, yang jika aku menyukai seseorang aku enggan memberitahunya. Tapi sekali lagi, aku tak pandai menyimpannya.

Sesekali, aku coba untuk memberi tanda sebagai simbol aku suka mengintaimu dari jauh. Aku suka caramu memberikan pesan-pesan singkat sebelum aku pergi ke dunia mimpi. Aku suka, sekaligus khawatir dengan caramu pergi - datang - pergi lagi - datang lagi. Dan begitu seterusnya berjalan hingga akhirnya berhenti karena ku dengar perempuan itu bukan aku.

Dan setelahnya, aku hanya bisa berhenti pada kalimat "Mencintai Diam-Diam". Seperti itu saja, menyukaimu dalam keheningan yang bising. Terlihat sepi tapi ramai didalamnya. Kacau.

Mungkin memang seharusnya perempuan pandai merias wajah dan hatinya, agar lebih mudah dicintai. Kalau begitu, apakah laki-laki lebih tertarik dengan yang pandai berpura-pura?

Entahlah.

Komentar

Postingan Populer