Sang Alkemis, Bagi Saya(Part I)

www.pexels.com

Lama sekali rasanya saya tidak membaca buku. Seingat saya buku terakhir yang saya baca adalah 88lovelife milik Diana Rikasari. Beberapa minggu lalu, adik saya pulang ke rumah di sela-sela liburan singkatnya dan bersamanya dibawa sebuah buku yang dititipkan oleh Phoe untukku baca.

Paulo Coelho, Sang Alkemis yang tertulis di cover-nya.

Abstaraksi pada cover belakangnya mengklaim bahwa buku ini sudah memberikan inspirasi bagi jutaan orang di seluruh dunia. (Well, me is one of them!)

Basically buat saya buku ini memiliki cerita yang cukup sederhana namun dibalut dengan rangkaian kata yang indah dan diselingi dengan percakapan-percakapan penuh makna.

Buku ini mengisahkan tentang seorang anak laki-laki penggembala bernama Santiago yang berkelana dari tempat asalnya Andalusia, Spanyol ke padang pasir, Mesir untuk mencari harta karun atas mimpinya (Ini literally mimpi a.k.a bunga tidur, bukan impian).

Sepanjang perjalanan dia bertemu dengan perempuan Gipsi, seorang lelaki yang mengaku dirinya raja, perampok, penjual kristal, orang inggris, penduduk oasis, fatimah, hingga Sang Alkemis.

Yang menjadi menarik adalah sebuah perjalanan ini seperti terasa dekat dengan pengalaman dan kegelisahan kita sehari-hari, sebagai manusia. Tentang kegalauan memilih jalan hidup, impian, dan cinta.

Perihal takdir, seseorang yang mengaku Raja tiba-tiba saja menemui Santiago di alun-alun kota pernah berkata:

"Takdir adalah apa yang ingin selalu kau capai. semua orang, ketika masih muda, tahu takdir mereka."

"Pada titik kehidupan itu, segalanya jelas, segalanya mungkin. Mereka tidak takut bermimpi, mendambakan segala yang mereka inginkan terwujud dalam hidup mereka. Tetapi dengan berlalunya waktu, ada daya misterius yang mulai meyakinkan mereka bahwa mustahil mereka mereka bisa mewujudkan takdir itu."

"Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya."


Saya rasa di sini Paulo Coelho ingin menyampaikan bahwa setiap orang memiliki mimpinya (takdirnya) sendiri, dan kita paham betul apa mimpi itu pada saat muda. Hanya saja, seiring berjalannya waktu ada sesuatu daya yang terlihat negatif bagi kita yang akhirnya membuat kita berhenti mengusahakannya, padahal daya tersebut sebenarnya bermaksud untuk menunjukkan bagaimana cara kita menuju mimpi tersebut. Bukankah jalan kesuksesan memang tak pernah mudah?

Lalu, perihal kebahagiaan, Paulo juga mengilustrasikan dengan begini:

Ada seorang anak yang ingin mencari kebahagiaan dari orang paling bijak di sebuah istana. Sesampainya disana ia menyampaikan maksud kedatangannya. Namun si orang bijak ini tidak langsung memberikan jawaban atas pertanyaannya tersebut. Ia memberikan anak ini dua tetes minyak dalam sebuah sendok dan menyuruhnya berkeliling istana tanpa menumpahkan minyaknya dan kembali lagi setelah dua jam.

Sekembalinya berkeliling, si orang bijak ini memberikan beberapa pertanyaan, seperti apakah kamu melihat tapestri-tapestri persia yang ada di meja makanku? Bagaimana dengan taman hasil karya ahli taman yang menghabiskan sepuluh tahun untuk menciptakannya? Apa kau juga melihat perkamen-perkamen indah di perpustakaanku?

Si anak tak bisa menjawabnya karena sepanjang ia mengelilingi istana, ia hanya fokus pada usaha menjaga minyak di sendok supaya tidak tumpah. Lalu si orang bijak ini menyuruhnya berkeliling lagi dengan membawa sendok berisi dua tetes minyak, tapi kali ini dia mengamati semua karya seni yang ada di istana itu, menikmati taman-taman, keindahan bunga, serta cita rasa yang terpancar dari segala sesuatu disana.

Sekembalinya lagi, ia dengan seru menceritakan keindahan istana dan sekitarnya itu. Namun si orang bijak justru mempertanyakan keberadaan dua tetes minyak yang sudah tak lagi ada di sendok yang ia genggam.

Akhirnya si orang bijak memberikan sebuah kesimpulan atas pertanyaannya. "Rahasia kebahagiaan adalah dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini, tanpa pernah melupakan tetes-tetes minyak di sendokmu."

Lanjut ke >> Part II

Komentar

Postingan Populer